Artikel

Jendela Kosong Yang Berbunga

Loading

Akan kutuliskan dua kisah yang berbeda. Reina dia anak yang terlahir dari keluarga kaya dan mampu orangtuanya pengusaha ulung dan ibunya pun berpendidikan tinggi, ia memiliki dua orang adik yang masih sangat kecil. Gaya hidup yang mewah dan glamor, membuat dia lupa bahwa semua itu pasti akan sirna, orangtuanya pun sudah kewalahan dengan sikap dan sifat yang dimiliki oleh reina. Sampai suatu ketika mamah reina berkata padanya “Kamu ini mau jadi apa nak ?”. Dengan muka cemas dan khawatirnya mamah reina terhadapnya. Akhirnya mamah dan papah reina memutuskan untuk memondokkan reina di pondok pesantren pilihan papahnya. Selang beberapa waktu, mereka berkumpul di meja makan untuk makan dan setelahnya orangtua reina membicarakan semua keputusannya. Sikapnya yang mengekang dan membantah, membuat orangtua reina sudah tak ada lagi jalan, bagaimana agar reina dapat menjadi anak yang dibanggakan menjadi anak yang sesuai dengan koridor agama tidak hidup berlebihan, namun semua sudah terjadi secara cepat.

Kini reina sudah diantar oleh kedua orantuanya di pondok pesantren. Menurutnya lumayan bagus, tempatnya tidak terlalu kumuh dan kotor. Karena kita tahu bahwa reina adalah anak dari seorang pengusaha mana mungkin ia tinggal ditempat yang biasa saja dan kumuh. Reina pun memasuki kamar yang masih kosong, isi dalam kamar itu hanya dua kasur dua lemari dan peralatan yang lainnya yang sudah disediakan, karena pondok pesantren itu memang lebih intensif meninjau lebih detail dari para santri.

Acuh tak acuh, antara senang dan tidak, antara harus bahagia atau tidak, namun itulah sikap yang dimiliki reina, karena ia merasa apalagi yang harus kucari ketika semua sudah kudapatkan dan kumiliki sekarang aku hanya menikmati.

Di emperan jalan yang ramai, ada seorang pemulung, maka kuikuti langkahnya hingga menuju kepada suatu tempat yang kurasa itu adalah rumahnya. Bilik kardus, aku ternganga dan tak terasa air mataku sudah basah dipipiku. Aku memandang pemulung dari sudut kejauhan, aku tidak tahu, siapa sosok dibaluik topi dan maskernya itu, tubuhnya yang kurasa kuat. Dan ternyata setelah ku tahu ternyata sosok itu adalah sosok permepuan. Timbul banyak pertanyaan ketika itu dalam pikiranku, apakah ia seorang diri, memiliki anak atau ya ampun pikiranku sudah mulai kacau.

Aku kembali untuk melanjutkan cerita, kehidupan di pondok tak semudah dan tak seenak yang kita bayangkan dan kita pikirkan, itu jauh sekali contoh saja reina anak dari seorang  pengusaha kaya dan memiliki latar keluarga yang tidak memiliki kekurangan apapun. Pembelajaran di pondok dimulai hari pertema reina mengikuti pembelajaran dengan semangat karena dia pikir, dia harus dapat mengalahkan santri  lain di bidang akademik di pondok karena pada akhir tahun bakal ada kategori santri-santri terbaik, reina terpacu karena reina ingin ortunya segera sadar  kalu dirinya adalah anak yang baik, dan itu dilakukan agar orangtuanya bangga dan sandiwara belaka.

Tak disangka oleh reina bahwa semua ekspetasi yang diinginkannya semuanya kandas, hari pertama ia harus belajar ngaji, sosok reina dapat mengaji ? itu sosok yang mustahil, memegang al qur’an saja mungkin jarang bahkan hanya sebagai pajangan, dan apa yang terjadi. Reina kesal karena hampir semua dapat membaca al-qur’an sedangkan dirinya tidak bisa. Reina pun menjalani itu dengan keterpaksaan. Karena meskipun dia seperti dipenjara, orangtuanya tetap menopang apapun yang ia inginkan disana demi reina menjadi anak yang baik.

Hampir 2 minggu sudah berlalu pembelajaran di pondok itu, keluh kesah reina mungkin jika dituliskan sudah seperti novel. Karena sifat manja dan tingkah ketidakwjaran yang sering ia lakukan, mulai dari kondisi kamar nya yang berantakan, sampai wali kamar selalu setiap hari menegur, tidak sopannya reina terhadap para musyrifah atau dapat kita sebut saja guru atau bisa kaka tingkat.

Namun, ada sisi yang membuatnya tidak terlalu terusik kehidupannya, yakni dikamar reina hanya seorang diri, karena belum ada santri baru yang akan menempati kamar bersama dengan reina, karena para ustadz pun merasa  takut santri yang bersama dengan reina semakin tidak betah di pondok karena sikap reina yang seperti itu.

Ada seorang perempuan di balik jendela rumah itu, ku memperhatikan wajahnya, wajah yang penuh harap dan kesedihan. Wajah yang jarang kutemukan dari seorang gadis yang selalu berdiam di jendela menatap dengan tatapan kosong. Aku percaya ada sesuatu yang diinginkan oleh anak itu. Aku pun menghampirinya aku berkenalan dengannya, dan dia memberitahu namanya. Nama yang sangat indah penuh banyak arti namanya Husna, dia seorang gadis remaja dapat dikatakan dia seumuran dengan reina.

Aku jujur bahwa aku sering memeperhatikannya dari kejauhan, husna pun terkejut ketika saya mengatakan seperti itu. Husna “Jadi teteh selalu melihatku duduk bersandar pada jendela ?”. maka aku pun menjawab “Ya, tidak ada yang salah kan ? karena saya suka memeperhatikan sekitar.” Husna pun tersenyum, kita semakin dekat dari hari kehari. Dan pada akhirnya husna menceritakan semuanya kepadaku. Ia memberitahu akan semua masalah yang ia miliki, keinginan dia, cita-cita dia. Sampai aku pun tak terasa air mataku sudah basah dipipiku.

ketika itu langit yang tidak panas dan tidak juga hujan, kita merasakan bahwa Allah mendengar semua yang sudah kita bicarakan. Aku pun mengajak husna untuk makan, tapi husna hanya ingin makan di kedai-kedai pinggir jalan. Lucunya husna yang dia pilih dan mengatakan kepada saya kalau dia ingin makan pecel lele. Aku tersenyum dan mengatakan “Ayo”. Aku dan husna langsung menuju ke arah warung pecel lele tersebut. Kita sangat  menikmatinya saat itu.

Tak disangka, ketika saya sedang membayar uang makan, husna sudah tidak ada disamping saya, saya pun memanggil namanya. Dan ternayata dia ada di sebrang jalan, ia sedang bersama  seorang laki laki yang sudah agak rapuh memakai peci. Saya pun langsung menghampiri husna dan bapak tua tersebut. Tak berselang waktu lama, saya, husna bersama bapak tua tersebut mengobrol sebentar di sebuah taman dekat jalan tersebut.

Bumi bertasbih,..siapa yang tidak menyangka semua pertolongan Allah itu pasti dekat, pasti dekat. Itu keyakinanku dengan husna yang tadi saja baru kita bicarakan. Ternyata Allah member kado terindah di hari yang sudah senja tersebut. siapa yang tak menyangka bahwa bapak tua tersebut adalah pemilik pondok pesantren dan ia berjanji akan memasukkan husna di pondok pesantren miliknya. Full beasiswa dan gratis.

Tepatnya hari ahad, husna dengan pakaian yang ia miliki seadanya ia memasukki pondok pesantren tersebut ditemani oleh bapak tua sebuat saja ustadz sepuh. Husna pun dikenalkan kepada para musyrif-musyrifah, asatidz-asatidzah yang ada di pondok tersebut, dan husna mendapat sambutan yang cukup baik disana. Dan pada akhirnya ada seorang musyrifah yang mendekatinya dan mengantarkannya ke kamar santri.

Dibuka pintunya,” Alhamdulillah” ucap musyrifah itu. Husna kaget ko tempatnya bagus sekali, belum pernah seumur hidup ia dapat merasakan suasana senyaman ini. Husna pun mencium tangan musyrifah tersebut. sebenarnya musyrifah itu memiliki nama dan panggilan khusus dari para santriwati yakni “Ukhty plus namanya”. Maksudnya nama musyrifah itu adalah Ukhty Vatin, menurut santri disitu ukhty Vatin adalah ukhty yang sabar, care, dan taat aturan, bersyukur mendapatkan wali kamar Ukhty Vatin kata santri disana.

Ukhty pun menjelaskan semua kondisi pembelajaran selama di pondok, konsekuensi tanggungjawab sebagai santri yang taat aturan, dan masih banyak, intinya kita akan menemukan sesuatu yang tidak dapat orang lain rasakan jika di pondok pesantren. Itu semua kata ukhty yang membuat husna semakin semangat dan senang dalam menimba ilmu, ditambah husna adalah orang yang ulet, bacaan qur’annya yang baik dan memiliki akhlak yang baik pula.

Malam pun tiba, husna merasa kesepian dikamar, namun ukhty bilang bahwa dia kan mendapatkan teman, namun temannya sedikit jauh berbeda. Husna hanya dapat memaklumi menurutnya menjadi santri adalah itu adalah suatu kenikmatan terbesar dan mengenai teman, biarkan Allah yang memiliki hati setiap orang. Rintik hujan yang mengguyur suasana malam di pondok membuat husna ingin terus saja melantunkan ayat-ayat suci al-Qur’an, suara yang lembut dan indah, jarang orang memiliki suara lembut seperti husna.

Krek..pintu kamar terbuka, reina datang dengan baju yang basah kuyup, dan marah marah kepada husna kenapa bisa ada husna dikamarnya. Ia pun langsung melaporkan kepada ukhty, ukhty pun menjelaskan semuanya dengan baik dan bijak. Terpaksa reina pun menuruti karena ada suatu rencana didalam pikirannya. Dalam kesehariannya tak berhenti untuk mengejek husna, husna awalnya selalu sakit hati, namun ukhty selalu memberi pengertian bahwa reina anak yang baik, maka husna tak menghiraukan apapun yang dilakukan reina. Namun husna merasa sayang kepada reina. Karena ada sisi baik yang dimiliki reina kepadanya. Ingat pada suatu malam, semua baju muslim husna dicuci sedang husna sudah tidak ada lagi baju yang cocok untuk dipakai mengaji, dan reina meminjamkan baju untuknya, kata reina “Pakai saja ini, baju ini sudah tidak aku sukai lagi.” Meskipun kata kata reina yang menyakitkan menurut husna itu adalah wujud peduli reina pada husna.

Pondok mereka adalah pondok yang berbasis akhlak, bahasa dan tahfidz. Pondok yang memiliki nilai baik dimata masyarakat luas, tak jarang orang yang ingin masuk ke pondok tersebut harus ditolak, bukan karena ketidak adanya fasilitas, namun ustadz dan pemimpin pondok tersebut lebih mengedapankan kualitas lulusan santri-santri terbaik dari pondoknya untuk terjun keranah masyarakat luas. Kehidupan santri yang luar biasa, dan sangat diperhatikan oleh para musyrif-musyrifah dan mencetak generasi santri yang berkualitas.

Dinginnya malam di pondok itu tak menyurutkan para santri untuk melakukan qiyamul lail, membaca al qur’an dan belajar. Suasana itu pun menjadi lebih tenang dan merdu ditambah gemerciknya hujan dikala itu. Kamar samping kanan setelah tangga adalah kamar reina dan husna didalamnya, namun mereka memiliki perbedaan seperti langit dan bumi, husna selalu bangun setiap malam, namun reina untuk sholat shubuh saja masih harus dibangunkan oleh husna. Untung saja mendapatkan wali kamar yang cukup perhatian dan dapat memahami.

Bel pondok berbunyi, tandanya waktu shubuh akan semakin dekat… tak lama Allahu akbar Allahu akbar…terdengar suara adzan. Husna pun segera membangunkan reina, dengan gaya biasa yakni sulit sekali membangunkan reina, sampai-sampai husna harus mengangkat badannya yang awalnya posisinya tertidur menjadi duduk, meskipun mata reina belum terbuka. Cukup lama bagi husna untuk menunggu reina, namun itu adalah amanah yang diberikan pada husna untuk senantiasa bersama dengan reina. Karena sulit menghadapi orang yang keras kepala seperti reina.

Setelah sholat shubuh, semua santri diwajibkan untuk membereskan kamar tidurnya dan halaman depan kamarnya. Reina dan husna melakukan itu karena itu sudah menjadi tugas para santri di hari minggu. Seketika husna terkejut, melihat reina sudah bercucuran air mata. Husna pun segera menghampiri reina dan menanyakan apa yang terjadi padanya, reina pun menceritakan semua kalau orangtuanya kini bangkrut, semua fasilitas yang ia punya akan ditarik termasuk ATM dan Kartu Kredit, dan orangtuanya untuk bulan ini hanya memberinya ia uang saku satu juta. Husna pun bingung, yang dapat ia lakukan hanya memeluk reina dan mengatakan “Bahwa tak selamanya yang diatas akan terus diatas, tapi aka ada masanya semua itu menjadi terbalik”.

Reina masih saja tidak dapat menerima atas keadaan yang terjadi pada orangtuanya, rasanya ingin kabur dan mengatakan bahwa ini tidak adil baginya. Hari hari yang dilalui reina rasanya sulit sekali mengapa begitu, karena ia harus hidup dengan uang apa adanya dan tidak mendapatkan fasilitas yang biasa ia gunakan untuk memenuhi segala keinginannya. Reina mengalami depresi yang lumayan, namun husna tak pernah meninggalkannya dalam kondisi apapun yang terjadi pada reina.

Setiap beres pembelajaran di pondok, husna selalu memberikan motivasi untuk terus bangkit atas setiap keadaan yang ada. Husna mengatakan seperti ini pada reina “ Hidup itu seperti roda yang berputar, tak selamanya kita pada posisi diatas, namun adakalanya roda itu berputar dan kita ada di posisi paling bawah, Hidup adalah ujian. Kau tahu rei,, aku adalah anak dari seorang pemulung, yang bercita-cita ingin menjadi santri, cita-citaku memang tidak tinggi tapi aku hanya ingin menjadi anak shalihah taat pada aturan agama, dan menjadi penolong orangtuaku kelak di akhirat.” Reina hanya diam dan tertunduk, tak ada sepatah kata yang dibalas untuk husna. Husna sudah terbiasa tidak mendapat jawaban dari reina ketika ia bicara atau mengatakan sesuatu. Husna pun pergi meninggalkan reina, karena husna merasa bahwa reina butuh waktu untuk sendiri.

Malam itu, suasananya dingin sekali menurut husna sampai menusuk tulang dibawah kulitnya. Tak disangka oleh husna, reina menghampirinya dan duduk disebelah husna, kemudian ia menceritakan apa yang dirasakannya “Husna aku adalah seorang anak dari pengusaha ulung dan aku percaya tak akan terjadi apa-apa dalam hidupku karena papahku adalah orang yang sangat rajin dan teliti dalam bekerja, tak ada satu kesalahan apapun pada dirinya. Aku pun tak mengerti apa yang harus kulakukan ketika ku mengetahui bahwa orangtuaku bangkrut, aku bingung…(reina menangis).” Husna pun memeluknya,. Dan menghapus air matanya, husna berkata pada reina “Kita akan berjuang bersama disini, kita saling menguatkan disini, kita akan bersama mendapatkan Ridhonya Allah dan membanggakan orangtua dengan menjadi anak yang berbakti dan shalihah tentunya.” Husna tersenyum dan mereka berpelukan.

Itu adalah kejutan terindah yang Allah kasih untuk husna, awalnya husna merasa jengkel atas sikap dan sifat yang dimiliki oleh reina, namun husna selalu berfikir positif bahwa yang memiliki hati setiap orang adalah Allah, maka biarkan Allah yang membulak balikan hati manusia. Jendela kosong yang awalnya dimiliki oleh orangtua reina karena tingkah dari reina yang semakin kebablasan membuat orangtuanya hampir putus asa untuk melakukan tindakan seperti apa agar reina sadar, dan jendela kosong yang dimiliki oleh husna yang hampir saja tidak memiliki harap untuk dapat menjadi seorang santri. Kini jendela kosong tersebut hampir sempurna, ada kehidupan dibalik jendela kosong tersebut, banyak harapan yang dapat diharapkan.

Tidak ada yang mengetahui isi hati dari setiap hati seseorang, tak ada pula yang dapat menaksir apa yang akan terjadi selanjutnya pada seseorang. Namun, setiap hidup adalah pilihan, setiap hidup adalah perjuangan itu yang kini sedang bersama-sama dilalui oleh reina dan husna, dua orang remaja yang kini semakin terarah tujuan hidupnya, dari kisahnya membuat banyak orang menginspirasi untuk terus melangkah dalam hidup.

Tepat pada hari Ahad, adalah haflah bagi para santri. Karena pondok pesantren ini hanya untuk dua tahun saja, namun pada saat itu muka reina murung dan cemas ia berfikir bahwa ia tidak akan mendapatkan predikat santri terbaik, ia kembali mengingat masa lalunya. Husna pun seperti itu, wajahnya cemas dan hatinya yang tak karuan, ia hanya dapat berdoa saja yang terbaik dan yang pasti membanggakan kedua orangtua. Husna dan Reina ternyata mereka adalah salah satu dari santri terbaik pada tahun ini. Papah reina yang memperhatikan anaknya dari kejauhan mencucurkan air mata dan merasa bangga akan apa yang diraih anaknya.

Kini reina dan husna sudah menjadi seorang sahabat yang tidak dapat dipisahkan, mereka menjadi motivator di pondoknya, dan cerita hidupnya menjadi inspirasi bagi santri-santri yang patah semangat, mereka mengatakan bahwa menjadi santri bukanlah hal yang mudah, namun menjadi santri adalah suatu kebanggaan bagi diri kita secara pribadi, karena menjadi santri kita mendapatkan banyak hikmah dan pelajaran dalam hidup dan untuk kehidupan. Dan kini jendela kosong itu telah berbunga.

 

Mahad al-Jamiah Literature Competition
Siti Nurhasna Fauziah’s author of article

Related Articles

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Back to top button

Adblock Detected

Mohon nonaktifkan Adblock Anda!